Friday, February 17, 2017

Mesin Serutan Es



Masih kuingat deretan gigi putih cemerlang dari senyuman yg selalu menghiasi wajahnya. Barangkali terlihat putih cemerlang karena kontras dengan kulit legamnya. Inyiak..  Ya, aku memanggilnya Inyiak. Senantiasa riang dalam segala situasi.

Buffet kepunyaan amak tidaklah terlalu besar tapi selalu ramai karena, Alhamdulillah lokasi buffet amak persis ada di kota Bukittinggi, lebih tepatnya lagi berhadapan dengan terminal. Menyajikan penganan dan sarapan khas lokal setempat, berbagai macam bubur, bubur kampiun, kacang padi (baca: kacang hijau), lontong sayur dengan berbagai kuah, gorengan, bon-bon (baca: permen), snack, dan banyak lainnya. Amak dan Inyiak partner sehidup, sejiwa, semati. Amak, Koki berbagai masakan Minang yang tak terbantahkan kelezatannya dan Inyiak koki handal yang meramu kekerabatan dengan bumbu kelakarnya.

Terkadang di sela-sela waktu Inyiak melayani pembeli terdengar gelak tawa riuh rendah antara Inyiak dan pembelinya. Entah apa yg sedang mereka tertawakan atau perbincangkan sampai penuh asbak dengan puntung rokok, nampan goreng pisang yg menjulangpun hanya tinggal beberapa saja serta deretan mangkuk atau piring yang isinya sudah tandas tak bersisa. Ramah terhadap siapa saja dan terkadang ketika Inyiak tidak tampak d buffet karna sedang mengurusi hal lainnya, Amak mendapat tambahan pekerjaan, sibuk melayani dan sibuk pula menjawab pertanyaan kemana atau kapan Inyiak kembali.

Bagi anak usia lima tahun, keseluruhan kesibukan ritme yang ada di buffet ini sungguh meninggalkan kenangan Indah. Selama seminggu libur Sekolah, waktu yang pas untuk berkunjung ke kampung halaman bertemu dengan Inyiak dan Amak. Setiap hari ada di buffet, lepas dari rutinitas sekolah dan bisa bebas mencamili bon-bon, berbagai snack serta tambahan bonus semangkuk penuh es bubur kampiun buatan Inyiak menjadi hal yang sangat menggembirakan dan dinanti-nanti setiap libur sekolah tiba. Namun yang lebih mengesankan ketika melihat Inyiak dengan sigap menyiapkan satu persatu bahan bubur kampiun ke dalam mangkuk, ditambah dengan es serut yang langsung dari mesin serutan es yang harus d engkol dengan tangannya, berdiri di dekat mesin serutan es, merasakan sensasi percikan es serut yang mengenai wajah, menambah kenikmatan bubur kampiun buatan Inyiak. 

Inyiak telah lama pergi, tapi senyumnya tak pernah pergi, Sama seperti dongeng-dongeng seram yang diceritakannya kala senja, akan selalu tinggal. Rindu..

Kecup sayang,


Cucumu
Eka